Dendam
Syahdan :Dua bilah bilah badik telah siap untuk dihujamkan.
Kedatangan petarung seberang
Rupa silsilah dendam yang bertubi
Tak akan padam dari bara kenangan
Tak hilang di pelupuk mata
Ooo datanglah kau wahai jahanam!
Aku ditepi kali menunggumu,
Tanah moyang siap meyimpan bangkai mu
Aku sang petarung, Majulah!
(Dan semesta besorak sorai
Menunggu upacara kematian petarung sengketa.)
Way kanan,14 juli 2009
Sepi
Tidak seperti biasanya jalan ini sepi dari pejalan kaki.
Rumah-rumah itu,
Tak berpenghuni di tinggal pergi.
Tak ada juga pesan yang ditinggalkan.
Semua sepi.
Kini, datanglah hujan pagi
Way Kanan, 7 September 2009
Mungkin Pertemuan
Jika tidak ada aral, kita akan bertemu.
Sebelum sunyi memetik pagi
Dan mimpi belum pergi dari janji
Aku berangkat kali ini, sehabis minum secangkir kopi
Dan sisa tembakau malam tadi
Setengah perjalanan adalah bukit dimana tempat kita mencatat pepohonan yang tumbang,jalan yang terjal,batuan yang bebal,suara-suara dari tepukan satu tangan yang entah dari mana sudut datang Tak peduli apa yang terjadi
Ini adalah pilihan.
Kelanalah aku,
Mungkin kau menanti.
Way Kanan,12 Oktober 2009
Janji
Seperti janji yang kau ucap malam tadi
Dan tentang cahaya bulan yang belum pergi
Kepada lelaki mendaki mimpi
Dalam perjalanan sunyi
Kita akan nanti..
Way Kanan, Oktober 2009
Hantu pagi
Kicau burung kenari
Saat melintas di kebun kopi
Embun menyisa belum pergi
Mungkin musim dingin, orang-orang bermalasan menantang pagi
Atau paceklik kali ini mengigit hati:
hantu yang ditakuti sebab beras,garam sudah dihabisi.
Belum lagi catatan yang menunggu pada almanac penghujung waktu.
Menghitung hari menambah perih hati
Sebab janji menanti tunai.
Bersegera berlari atau dihimpit janji.
Wajah pucat pasi datanglah spekulasi
Biar selesai pagi ini: mati atau dikurung sepi!